Senin, 20 Desember 2010

Mengulang Definisi Iman

Iman diartikan “iqraru bil lisan was tashdiqu bil qalb, wa’amalu bil arkan”. Mengartikannya tidak hanya terbatas pada lisan ataupun hati yang penuh keyakinan, namun ada suatu gerakan aktif dari akumulasi energi keyakinan lisan dan hati yang menjadi tindakan nyata yang disebut ‘amal shaleh’. Energi yang bersumber dari kekuatan jiwa yang dahsyat inilah yang akan menimbulkkan kekuatan yang luar biasa, yang sering kita jumpa si Fulan dengan IPK yang minimal 3,00, menjadi aktivis kampus bahkan menjadi mas’ul di lembaga mahasiswa, mempunyai binaan yang lebih dari satu dan itu produktif, tidak bergantung pada orang tua secara finansial, serta yang tidak kalah penting adalah sholeh/sholihah. Subhanallah.
Setiap pribadi muslim harus meyakini bahwa nilai iman akan terasa kelezatannya ketika secara nyata dimanifestasikan dalam bentuk amal shaleh atau tindakan kreatif dan prestatif. Karena Iman ini menjadi energi batin yang memberikan cahaya pelita untuk mewujudkan identitas diri sebagai bagian dari umat yang terbaik, kuntum khaira ummah, ukhrijat lin-naasi (Ali Imran: 110).
Amal shalih ini yang membedakan keyakinan seorang muslim dengan keyakinan yang dimiliki oleh iblis. Iblis telah lebih dahulu melihat dengan nyata keberadaan Allah swt, ketika Allah swt memberikan perintah kepada iblis untuk memberikan penghormatan kepada Adam a.s dalam simbol sujud. Dengan kecongkaannya, iblis pun tanpa rasa takut membangkang dan menantang perintah Allah swt tersebut (Al Israa’: 61, Thaahaa:116, Al-Hijr: 33). Terbayangkan pada satu sisi, seorang manusia yang belum pernah melihat Allah swt secara nyata, terdesak dengan pemahaman iman hanya terbatas pada yakin dengan lisan dan hati. Fenomena ini yang akan menimbulkan pertanyaan, seberapa besar komitmen manusia untuk beriman kepada Allah azza wa jalla?
Kata iman harus diterjemahkan lebih nyata dan spesifik. Iman berarti menempatkan diri secara merdeka, membebaskan diri dari segala belenggu ikatan kecuali mengikat diri dengan penuh cinta kepada Allah. Dan Iman merupakan bukti keberpihakan dirinya kepada Allah dan RasulNya sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits. Dalam AlQur’an sendiri, telah disebutkan kata aamanuu sebanyak 285 kali yang sebagian besar dirangkaikan dengan kata kerja ‘amiluush-shaalihaat’ yang mengerjakan amal shaleh.
Anthony Robin, pengarang dan seorang motivator memberikan penjelasan, “you see in life, lots of people know what to do, but few people actually do what they know. Knowing is not enough! You must take action. ‘lihatlah, dalam kehidupan ini banyak orang yang tahu apa yang seharusnya dikerjakan, tapi sedikit sekali yang mengerjakan apa yang dia tahu. Tahu saja tidak cukup! Anda harus berbuat’.”
Abu Sa’id al kharraz, seperti yang ditulis Imam al Qusyairi, berkata, “Siapa saja yang menduga bahwa apabila seseorang mencurahkan tenaganya untuk mencapai tujuan, berarti ia tertolong. Barangsiapa yang menduga tanpa jerih payah ia akan meraih tujuannya, berarti ia hanya berangan-angan!”. Rasulullah saw bersabda, “Athibba kasbaka tustajab da’watuka ’perbaikilah pekerjaanmu niscaya doamu dikabulkan’.”(HR Thabrani).
Islam bukanlah sekedar konsep normatif ideal , melainkan juga sebuah bentuk praktek dari amal aktual, amal yang nyata. Islam bukan ajaran teoritis ataupun sederetan ritual peringatan yang terlepas dari ruh yang sebenarnya, yaitu beramal shaleh. Islam bukanlah agama langitan, namun sekaligus agama yang dapat membumi (workable). Tampaklah bahwa penghargaan islam terhadap budaya kerja bukan sekedar penghias retorika, pemanis pidato, indah dalam pernyataan namun kosong dalam kenyataan. Akhirnya , bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai ‘hamba Allah’ yang didera kerinduan yang menderu-deru untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang bisa dipercaya (al amin, amanah). Di tangan orang beriman sesuatu apa pun tidak mungkin cacat atau rusak sehingga pantaslah orang tersebut diberi /menerima amanah karena dia sudah membuktikan dirinya sebagai seorang yang credible and creditable.
Wallahua’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar